@diarisobekk

makasih udah mampir di blog saya... seperti mampir di hati saya ... :))

Rabu, 06 Juli 2011

perahu senja dan ayah

Ayah adalah seorang pelaut . ia sepertinya memang dilahirkan dan dibesarkan untuk melaut. Mengarungi samudera demi samudera yang penuh dengan kekayaan tak terkata.  Hampir setiap hari ia melaut untuk mencari nafkah. Pergi sore dan pulangnya sore lagi. Seharian ia dilautan dengan bekal yang selalu disiapkan ibu dengan seadanya tentunya bekal kesukaan ayah. Ubi rebus. Ia melaut dengan saudara lelakinya sendiri menggunakan perahu warisan dari ayahnya terdahulu.

Perahu itu sudah menjadi teman seperjuangan ayah selama ini. Apabila perahu itu rusak ataupun bocor, ia dengan sigap langsung membetulkan dan mencari kayu terbaik dari hutan diseberang untuk merakitnya kembali menjadi seperti semua dengan ilmu yang juga diwarikan oleh almarhum kakek. Ayah juga menamai perahunya itu dengan sebutan “perahu senja”. Aku tak pernah menanyai kenapa ayah menamainya senja karena yang aku tau ayah selalu pergi berlayar setiap menjelang senja. Mungkin itu yang menyebabkan ia menamainya perahu senja. Perahu yang seperti senja lebih tepatnya.

Ayahlah orang pertama yang membawaku kelautan dengan perahu senjanya. Ia mengenalkanku dengan sejuta bintang-bintang diatas laut yang tak pernah seramai itu kulihat sebelumnya. Berkelap-kelip indah sekali.
“ayah, kenapa bintang bintang itu terlihat besar sekali? Padahal biasanya ia tak pernah seramai itu. seginya terlihat jelas ayah. Menggemaskan. Asik sekali kerja ayah. Setiap malam melihat bintang-bintang yang indah ini.” Mendengarku berbicara begitu, ayah hanya tertawa kecil dan memalingkan wajahnya keaawan. Dimana para bintang-bintang tersebut berasa.

“itulah yang menghibur ayah selama ini Nana, Di sebelah sana ada bintang kejora” ayah ayah hanya menoleh ke arah timur tanpa menunjuk. Menunjuk adalah salah satu pantangan bila kita sedang berada dilautan.”bintang itu sangat indah sekali adanya. Bagi seorang pelaut angin, bintang dan perahu telah menjadi suatu bagian yang mendarah daging. Tanpanya, kami akan buta arah/” jelasnya dengan semangat.
Angin malam lautan juga sangat dingin. Ia menusuk seperti jarum tajam. Tapi ada ayah yang memelukku dan meninabobokkanku di perahu kesayangannya walaupun tangan satunya sibuk mengulurkan jaring untuk menangkap ikan.
Pernah ayah bercerita tentang perahu senja ini. Cerita yang juga di turunkan oleh almarhum kakek kepada ayah sewaktu ia kecil sama sepertiku.
“taukah kamu Nana? Perahu ini pernah hanyut saat kakek sedang mencari kayu dihutan pulau seberang. Susah payah kakek berenang mengejarya yang semakin jauh ke lautan. Walaupun kakek sangat cakap dalam berenang, ia juga hampir lemas melawan tekanan air laut. Untuk ada paman Ramli yang kebetulan lewat menolong kakek dan menarik perahu ini sehingga bisa di tambatkan ke pantai lagi. Nenekmu yang mendengarkan cerita dari kakek tentang upaya gagalnya mengejar perahu ini hampir saja jantungan karena nyawa kakek menjadi taruhan. Sungguh ayah terkesan dengan perjuangan kakek.” Cerita ayah kepadaku.
Ayah juga sering bercerita bagaimana ia melewati segerombolan gelombang, badai, ikan ganas hanya dengan perahu tua ini. Dan dengan perahu tua ini, ayah juga sudah melewati berbagai teluk, selat, sungai dengannya. Ia pernah berkata bahwa pekerjaannya ini sangat hebat. “Menakhlukan lautan itu bukan hal yang mudah. Kita tidak tau apa yang terjadi disekeliling kita karena yang kita hadapi adalah air air dan air. Tapi itu sangat menantang . penuh adrenalin dan kesemangatan. Semua yang kita kerjakan juga tergantung rezeki kita. Maka dari itu kita sebagai manusia seharusnya sering-sering bersyukur terhadap apa yang kita dapati hari ini.” Jelas ayah. Ayah sungguh menakjubkan aku pada saat itu.
Dari senja berganti senja yang selanjutnya, aku dan ibu selalu menunggu kepulangan ayah. Aku tak peduli bila seandainya ayah hanya mendapatkan ikan sedikit karena aku tau ayah sudah berjuang habis-habisan dalam pekerjaan kebanggaannya ini. Kadang-kadang ia membawakan batu karang yang tak sengaja ia dapati sewaktu menyelam dilaut  untukku.
“ batu karang ini adalah salah satu keindahan dari lautan nak, letak didalam akuarium supaya ikan-ikan dari rawa yang kamu ambil bisa bermain dengan riangnya seperti kamu.”
 Bagi aku yang seorang anak pulau terpencil, yang jarang mendapatkan sepatu baru, boneka ataupun baju baru,ada hal ini lebih baik dari pada semua itu. kami jadi lebih kreatif menciptakan suatu mainan dengan modal ilmu para ayah kami. Bahan-bahannya dari alam kami yang kaya raya dan kami akan mempraktekkan mainan kebanggaan kami itu dengan wajah lugu anak pinggiran kota yang baru mendapatkan baju baru. Sungguh berisik dan bahagia tak pernah berhenti ketawa.
Kami juga sering memilih untuk berenang dipantai dari pada diajak ibu kepasar untuk membeli sayur. Bermain-main di pantai yang pasirnya putih bersinar, airnya juga takkalah jernih. Mempesona. Tapi entah mengapa yang lebih mengasikkan bagiku adalah bermain-main di perahu senja ayah. Berenang sebentar, aku naik lagi ke perahu ayah dan berenang lagi. Itu-itu saja yang aku lakukan dipantai. Ketika aku dan teman-temanku capek berenang, kami pasti naik ke perahu ayah masing-masing. Sekedar beristirahat dan berlagak berjemur seperti yang dilakukan orang barat. Senangnya kami pada masa itu.
Tapi sekarang, ayah sudah pergi jauh dari aku dan ibu. Aku yang seorang anak tunggal dan seorang wanita pastilah tak boleh meneruskan tugas ayah untuk membawa perahu senja berkelana. Pamanku juga tidak melaut lagi. Ia memilih beralih propesi dengan mencoba berdagang di kota lain bersama anak dan istrinya. Sungguh kadang aku menyesal kenapa dilahirkan sebagai seorang wanita dan hanya seorang tak ada kakak ataupun abang dirumah yang menemani ibu yang sendiri serta lama kelamaan termakan oleh waktu di tinggal suami tersayang dan ayah untukku.

Sekarang aku dan ibu hanya mempunyai perahu senja yang itupun tergeletak dipantai tempat aku sering bermain sewaktu kecil. Ia ibarat harta karun yang tak terjamah. Ada tapi terlupakan. Aku hanya berharap suatu saat nanti aku akan bisa mewariskan perahu senja ayah kepada seorang lelaki dari keturunanku yang akan mengajarkan perbintangan, arah mata angin, dan membetulkan perahu senja ayah walaupun itu sepertinya tidak mungkin karena senja sekarang tidak sama dengan senja terdahulu. Begitupun perahu senja dan ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik dan Saran kalian Dibutuhkan...^^,