@diarisobekk

makasih udah mampir di blog saya... seperti mampir di hati saya ... :))

Rabu, 11 Januari 2012

"halo, siapa namamu"

“lagi……?!”
Aku bisa dengan mudah mengartikan suasana seperti ini. Dengan kata lain “aku sudah terbiasa”. Terbangun dengan suara lengkingan tajam dari ruang tamu, ayah dan ibu sedang beradu mulit lagi. Tak banyak ambil pusing. Aku langsung bergegas keluar rumah pergi entah kemana lagi seperti kemarin dan kemarinnya lagi.
“lama-lama aku bisa gila!” gumamku dalam hati. Aku seorang lelaki yang baru gede. 15 tahun bukan umur yang mudah untuk menjadi pemeran keluarga yang sedang broken home. Lebih baik aku pergi sejauh mungkin. Di mulai dari sekarang.
Setelah melewati gang sempit di belakang rumah, aku sedikit menemukan hidup. Melihat yang tua itu sedang bermesraan dengan anak cucunya. Demi apapun, ini yang ku sebut “iri”. Ingin menangis saja tak sanggup. Aku seorang lelaki. Dan kakiku adalah alat untuk menuju masa depan. Ku pilih untuk terus berlalu saja untuk saat ini, melewati kebahagiaan sekelilingku.
Ya, keluargaku adalah orang yang berada. Serba mewah, serba ada. Tapi untuk mendapatkan satu senyum ayah, aku harus berkelahi dengan preman pasar. “ini baru anak ayah. Jagoan, preman!” pujian yang tak pernah di harapkan semua anak di dunia. Itu bukan diriku.
Baru kali ini aku meragukan tuhanku. Katanya jika aku baik semua orang juga akan baik kepadaku. Aku merasa sia-sia ikut menemuinya setiap minggu. Jika seandainya aku bisa menemuinya aku pasti bisa protes tentang keadaanku sekarang. Tapi bagaimana. Aku sendiri tidak tau tujuanku kemana.
Berjalan dan memikirkan masalah keluargaku serta tuhan membuatku lelah. Pandanganku beralih ke sebatang pohon di tepi sungai. Rindang. Aku ingin istirahat. Semoga saja tuhan datang ke mimpiku. Atau sesosok bunda yang baik hati mendengar keluhanku secara langsung. Dan akupun tertidur.
 “hei, bangun… bangun!?” seseorang seperti berbisik di telingaku di susul sedikit goyangan di pundakku. Berat mataku untuk terbuka. Tapi sepertinya sekelilingku bercahaya, tapi malam. Ku paksakan mataku untuk terbuka. Cahaya itu malah memudar, beralih kesebuah senyuman. “malaikat?” tiba-tiba saja mulutku mengguman itu. Dia malah semakin menyeringai menarik tanganku, mengajakku beranjak dari tempat sandaranku itu. Aku hanya menurut dan terdiam. Ia tetap menatapku tersenyum. Indah.
“halo, siapa namamu?” pertanyaan pertamanya kepadaku.
 “aku? Hah. Siapa kamu?” aku malah bertanya balik.
“aku izrail” jawabnya santai. Hening sesaat, namanya itu seperti menarik jantungku. Aku pernah mendengar nama itu. Malah sering. Tapi aku lupa siapa dia. Kenapa dia menghampiriku. Jika dia orang jahat kenapa hanya senyum yang di semayamkan di bibirnya. Ah, perduli setan. Aku menyuguhkan tanganku untuk bersalaman. Ia menanggapinya dan memegang erat tanganku. Dingin.
“nama yang aneh. Aku steve.” Kataku tegas. “kamu anak daerah sini?” tambahku.
“tidak”
“lalu?”
Dia diam tak menjawab. Tiba-tiba suasana mendingin . dia bercahaya lagi. Aku ketakutan. Ini adalah ketakutan.
“malaikat?!” aku menutup mataku. Dan membukanya lagi.
“bukan. Namaku Izrafil” kali ini orang yang berbeda, senyumannya masih sama. indah, merasuki jantungku. Matanya menatapku penuh bahagia.
“kamu siapa? Yuk kerumahku. Di samping masjid itu.” Ia menarik tanganku. Hangat. Aku hanya bisa menurut.
“malaikat…” gumamku dalam hati, lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik dan Saran kalian Dibutuhkan...^^,